Maudy mengatakan sudah banyak program yang dicanangkan oleh Pemerintah, namun masih diperlukan partisipasi banyak orang untuk mewujudkan terjadinya peningkatan literasi keuangan digital khususnya bagi anak- anak muda sehingga platform digital itu bisa lebih produktif digunakan.
“Masih banyak lagi program yang dilakukan pemerintah yang berkolaborasi dengan banyak pihak untuk meningkatkan literasi digital dan keuangan digital. But of course, there is still room for more action,” ujar Maudy dikutip dari keterangannya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kominfo: Penunjukan Maudy sebagai jubir G20 untuk jangkau milenial
Maudy pun mengungkapkan data, selama pandemi COVID-19 percepatan digitalisasi di Tanah Air saja terasa sangat nyata.
Ada banyak layanan- layanan yang sebelumnya hanya bisa diakses secara langsung, kini bisa didapatkan secara daring dengan sentuhan jari dari berbagai sektor layanan seperti transportasi, kesehatan, hingga keuangan.
Dengan kekuatan digitalisasi yang kuat itu tentunya bagi Indonesia pemulihan ekonomi pascapandemi sebenarnya bisa didapatkan dengan mudah.
Apalagi mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat persentase anak muda produktif di Tanah Air kini mencapai 52 persen lebih.
“Bayangkan jika semua anak muda melek digital. Dengan jumlah tersebut tentu akan menjadi efek bola salju untuk memajukan bangsa,” katanya.
Meski begitu ia tidak menutup mata dan melihat masih ada tantangan yang besar untuk menggenapi hal itu karena di Tanah Air masih ada kesenjangan infrastruktur, di antaranya akses internet yang masih belum merata.
Berdasarkan riset Indonesia Youth Diplomacy dan Cint 2021 sebanyak 61 persen anak muda di negara anggota G20 masih mengalami kesulitan dalam dalam beberapa hal di tengah digitalisasi seperti akses internet, koneksi yang tidak stabil dan lambat, atau persoalan harga yang belum terjangkau.
Maudy juga mengungkapkan data lainnya, berdasarkan laporan Bank Dunia rata- rata masyarakat Indonesia menghabiskan enam sampai sembilan jam beraktivitas di dunia maya.
“Tapi hanya tiga persen di antaranya yang memiliki nilai komersial. We are clearly using the internet a lot. But not transacting online enough,” ujar Maudy.
Penting karenanya penguatan literasi digital dan keuangan digital di kalangan anak muda dilakukan sehingga selain memberi banyak manfaat di masa depan, juga mengasah keterampilan bahkan ilmu bisnis dari para anak- anak muda itu.
Adanya literasi keuangan digital juga diharapkan dapat memudahkan dan mengamankan proses transaksi dan data di dunia digital.
Harapan itu muncul berkaca dari data Bank Dunia yang menunjukkan masih ada 59 persen masyarakat Indonesia yang tidak memiliki akses keuangan, bahkan tidak mengetahui manfaat menggunakan layanan keuangan digital.
“Ini mengapa kita perlu mendorong kesadaran digital agar lebih banyak masyarakat dan anak muda yang dapat langsung merasakan manfaatnya,” ujar Maudy.
Pemerintah secara nasional, sebenarnya sudah bergerak aktif untuk mengatasi kesenjangan dan membuka akses kepada literasi digital termasuk mengenai keuangan digital.
Dari segi infrastruktur, untuk menciptakan kesetaraan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghadirkan jaringan komunikasi “backbone” serat optik di seluruh Indonesia dengan proyek Palapa Ring 2019.
Pembangunan menara- menara Base Transceiver Station (BTS) untuk menangkap jaringan komunikasi yang lebih baik khususnya di kawasan 3T pun kini semakin gencar dilakukan.
Di samping itu, terkait literasi digital dan literasi keuangan digital pemerintah juga menyediakan beragam program.
Untuk keterampilan dasar, pemerintah memberikan bekal berupa Gerakan Literasi Digital Nasional.
Sementara untuk pembahasan spesifik keuangan digital, Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghadirkan “Digital Financial Literacy”.
Meski demikian diperlukan kolaborasi yang lebih nyata dan dukungan lebih banyak pihak agar literasi digital dan literasi keuangan bisa dicapai dengan baik khususnya bagi para generasi penerus di masa depan.
Hal tersebut sebenarnya tidak hanya dialami oleh Indonesia saja, namun juga negara- negara lain di dunia terutama untuk negara berkembang.
Forum Youth 20 (Y20) yang diikuti oleh para anak muda dari negara- negara anggota G20 menjadi salah satu forum yang tepat untuk membicarakan isu- isu global agar bagi para penerus masa depan dunia ditemukan formula dan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tak terkecuali mengenai literasi keuangan digital.
Selama Presidensi G20 Indonesia, perwakilan Indonesia untuk Y20 pun sudah aktif menggelar diskusi dalam banyak bentuk termasuk salah satunya pra-KTT ke-2 yang telah berlangsung pekan lalu di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Dalam pra-KTT itu, literasi keuangan digital menjadi salah satu topik yang dibahas dan menjadi prioritas bahasan sehingga bisa menghasilkan solusi nyata bagi masa depan dunia.
Maudy pun mengapresiasi berjalannya Pra-KTT Y20 karena keterlibatan anak- anak muda khususnya dari Indonesia yang berkomitmen untuk memajukan dunia ke arah yang lebih baik tanpa meninggalkan prinsip dari semboyan negara.
“Pada kesempatan ini saya mengapresiasi anak-anak muda Y20 yang menjunjung tinggi nilai keragaman dan inklusi dalam aktivitasnya. Terasa betul semangat Bhineka Tunggal Ika dan komitmen untuk memastikan pembahasan Youth di G20 tidak menjadi sesuatu yang eksklusif,” tutup Maudy.
Puncak pertemuan Y20 Indonesia 2022 adalah KTT yang rencananya akan digelar pada Juli 2022 di dua lokasi, yaitu DKI Jakarta dan Bandung Jawa Barat.
Sebelum puncak pertemuan tersebut, akan digelar pra KTT pada Mei 2022 di Balikpapan Kalimantan Timur, dan Juni 2022 di Manokwari Papua Barat. Isu yang akan diusung adalah ketenagakerjaan pemuda, transformasi digital, planet yang berkelanjutan dan layak huni, serta keragaman dan inklusi.
Baca juga: Lima kiat transaksi digital mudah sambut Lebaran
Baca juga: Tips transaksi keuangan mudah dan aman jelang Lebaran
Baca juga: Astra targetkan nilai transaksi bruto Astrapay capai Rp30 triliun
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Sumber Antara