Para pakar kesehatan masih melihat vaksin sebagai cara paling ampuh untuk mencegah penyebaran penyakit menular dan berbahaya. Untuk itulah, pemerintah dan para pemangku kepentingan pun terus meyakinkan dan memberi edukasi kepada masyarakat yang masih takut divaksin.
Vaksin yang diedarkan ke masyarakat sudah dipastikan aman karena telah melewati berbagai tahapan uji klinis. Meski begitu, sebagian kecil masyarakat masih enggan divaksin karena informasi yang kurang tepat tentang vaksin.
“Pada prinsipnya, vaksinasi akan membuat seseorang memiliki kekebalan tubuh sehingga tidak perlu melalui fase sakit saat diserang virus atau bakteri tertentu,” ungkap Dokter Spesialis Anak, dr. Endah Citraresmi, Sp.A (K), dari Yayasan Orang Tua Peduli dalam Dialog Produktif yang digelar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) pada Selasa, 24 November 2020.
Ia pun menyampaikan agar masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang tidak benar mengenai vaksin dan imunisasi. Vaksin yang sudah beredar telah dipastikan keamanannya.
Pasalnya, proses produksi vaksin telah melalui tahapan-tahapan yang sesuai prosedur keamanan. Dimulai dari pra uji klinik pada hewan, dilanjutkan dengan tiga tahap uji klinik pada manusia, hingga akhirnya mendapat izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Saat vaksin beredar di masyarakat, BPOM dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) tetap dan terus memantau vaksin tersebut. Sebagai contoh pemantauan, laporan KIPI dari catatan vaksinasi MR fase 1 tahun 2018 memperlihatkan, sangat sedikit sekali kejadian ikutan pasca imunisasi yang terkait langsung dengan pemberian vaksin.
“Laporan KIPI hanya 255 dari 35 juta dosis vaksin, dan ternyata setelah diperiksa hanya 18 kasus yang berhubungan langsung dengan imunisasi, yang lainnya adalah kebetulan”, terang dr. Endah.
Dokter Endah menyebutkan, kejadian ikutan yang paling umum terjadi pasca imunisasi adalah reaksi ringan seperti nyeri dan bengkak di sekitar lokasi penyuntikan. Reaksi ini alamiah dan bisa sembuh dalam waktu singkat. Dibandingkan dengan reaksi ringan tersebut, manfaat vaksin jauh lebih besar.
“Penyakit berat yang bisa mengakibatkan kecatatan dan kematian, kita buat vaksinnya. Itulah kenapa angka kematian balita di Indonesia jauh menurun dibandingkan sebelum ditemukan vaksin.”
Ia mengambil contoh kasus pneumonia di Indonesia. Jumlah orang yang terjangkit menurun setelah vaksin ditemukan. Dan pneumonia sendiri adalah penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian pada balita.
Ia pun menegaskan bahwa pada intinya, tidak ada pemerintah manapun yang mau mengorbankan warga negaranya.
“Semua negara baik negara maju maupun negara berkembang membuat vaksin. Sebenarnya negara sudah menjamin keamanan vaksin. Bahkan negara tetap aktif memantau keamanan vaksin untuk melindungi warga negaranya,” tandasnya.
Sumber Upperline