Aksara Nusantara bisa jadi alternatif pemrograman komputer

  • Whatsapp

Jakarta (ANTARA) – Maraknya serangan siber, termasuk kebocoran data belakangan ini memunculkan gagasan menjadikan aksara Nusantara sebagai alternatif pemrograman komputer yang tidak mudah ditembus oleh pelaku kejahatan siber internasional.
   
Wacana itu bukan tanpa alasan mengingat Indonesia punya banyak karakter non latin (aksara nusantara), seperti aksara Jawa, Sunda, Bali, Lontaraq, dan aksara Pegon.

Dalam teknologi keamanan siber, bahasa pemrograman memegang peranan penting. Kemampuan menguasai menjadi syarat mutlak agar keamanan siber dapat dikelola secara optimal, kata Wakil Ketua Bidang Pengembangan, Riset Terapan, Inovasi, dan Teknik Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Isnawan dalam pernyataannya, Sabtu.

Menurut Isnawan, banyak bahasa pemrogaman yang digunakan dalam mengembangkan aplikasi keamanan siber, antara lain Python, Shell Scriting, Java, C++, PHP, Javascript. Sintaks semua bahasa pemrograman tersebut menggunakan karakter Latin.

“Umumnya pelaku kejahatan siber menggunakan karakter latin untuk meretasnya, tapi coba bayangkan jika bahasa pemrograman kita menggunakan aksara Nusantara, siapa yang bisa meretasnya? Kecuali dia (pelaku kejahatan siber) pelajari dulu aksaranya,” jelas Isnawan.

Senada dengan PANDI, Dr. Bisyron Wahyudi perwakilan dari Cyber Security Independent Resilience Teams (CSIRT) mengatakan bahwa upaya menguasai teknologi keamanan siber harus dilakukan terus menerus oleh bangsa Indonesia.

Baca juga: AFTECH: Serangan siber masih jadi tantangan bagi tekfin

Baca juga: Melindungi data pribadi dari serangan siber

Menurutnya, aksara sangat relevan digunakan menjadi bahasa pemrograman salah satunya ialah aksara pegon. Pemanfaatan aksara nusantara dalam pengembangan aplikasi maupun konfigurasi sistem vital dirasa sangat tepat untuk meningkatkan keamanan siber nasional di era digital saat ini, dengan ancaman keamanan siber yang terus meningkat.

“Penggunaan keamanan digital sangat penting ditujukan untuk pengamanan sumber daya digital, melindungi informasi dari tindakan cyber-attack yang ingin mengganggu secara logic atau fisik sebuah sistem untuk merusak kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) informasi,” katanya.

Saat ini, menurutnya, aksara pegon masih digunakan di lingkungan pesantren di Indonesia. Tentu ini merupakan hal positif di mana jumlah pengguna aktif yang cukup besar dan terus dikembangkan mengikuti kemajuan teknologi informasi dan dikembangkan menjadi sebuah bahasa pemrograman.

Transformasi aksara pegon melalui proses digitalisasi diharapkan dapat memberikan dampak positif dan manfaat yang luas dalam perkembangan intelektual Islam dan kebudayaan di Nusantara.

Pemanfaatan website beraksara pegon juga dapat menjadi salah satu sarana penting untuk merekam jejak digital keilmuan ulama Nusantara dan pendidikan pesantren, sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.

“Agar dapat digunakan secara luas digunakan dalam berbagai perangkat maupun sarana digital, maka aksara pegon perlu memenuhi standar teknologi yang berlaku secara nasional maupun internasional. Saya rasa ini momen yang sangat tepat karena saat ini kita akan menyongsong Kongres Aksara Pegon yang akan menetapkan fon dan papan ketik (keyboard) untuk diajukan agar bisa memperoleh Standar Nasional Indonesia,” pungkas Bisyron.

Saat ini, aksara pegon belum sepenuhnya memadai untuk keperluan digitalisasi. Hal itu disebabkan antara lain karena karakter aksara pegon belum seluruhnya terdaftar di Unicode dan ISO/IEC 10646:2104 Universal Character Set (UCS).

Tata letak standar aksara pegon untuk mengetik di perangkat komputer maupun ponsel belum tersedia dan belum ada standar transliterasi aksara pegon ke dalam aksara latin.

Berdasarkan hal itu, maka diselenggarakan kegiatan Kongres Aksara Pegon yang digelar dari tanggal 21 hingga 23 Oktober 2022. Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan didapatkan masukan-masukan dan rekomendasi berharga dari para pakar dan masyarakat pengguna aksara pegon untuk mendukung pengembangan aksara pegon pada era digital.

Baca juga: Menag minta aksara pegon dibakukan agar tak menghilang

Baca juga: Kemenag gelar Kongres Aksara Pegon untuk pertama kali 21-23 Oktober

Baca juga: Standar digital aksara Pegon dibahas di kongres Lampung

Pewarta: Suryanto
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Sumber Antara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *