“Tujuannya untuk menjamin persaingan sehat industri dalam negeri,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Standardisasi Pengendalian Pos dan Informatika Nur Akbar Said, saat paparan kepada jurnalis di Jakarta, Rabu.
Sejak regulasi registrasi IMEI berlaku efektif per 15 September 2020, Kementerian Kominfo menilai industri ponsel dalam negeri terlindungi karena tidak ada disparitas harga akibat peredaran ponsel di pasar gelap (black market).
Ponsel yang beredar di pasar gelap pada umumnya dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan ponsel resmi. Akibat praktik itu, harga ponsel di pasaran menjadi terganggu.
Data Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, yang dikutip Kementerian Kominfo, menunjukkan ada peningkatan pendapatan negara dari bea masuk berkat regulasi registrasi IMEI.
Pada 2019, sebelum ada regulasi registrasi IMEI, pendapatan negara dari bea masuk berjumlah Rp722 miliar. Pada 2020, ketika regulasi IMEI baru berlaku, pendapatan negara dari bea masuk senilai Rp1,5 triliun.
Tahun 2021, pendapatan negara dari bea masuk senilai Rp2,3 triliun. Hingga pertengahan 2022, menurut Akbar, pendapatan negara dari bea masuk sudah mencapai nilai pada 2021.
Pemerintah menaksir kerugian negara dari ponsel pasar gelap mencapai Rp2,8 triliun per tahun.
Selain menjamin keberlangsungan industri ponsel, regulasi registrasi IMEI juga untuk menjamin masyarakat membeli perangkat yang legal.
Pemerintah, menurut Akbar, terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk membeli ponsel yang resmi supaya perangkat bisa digunakan dengan baik dan mendapatkan garansi. Berdasarkan aturan registrasi IMEI, ponsel dengan nomor IMEI yang tidak terdaftar di Indonesia tidak bisa mendapatkan sinyal seluler.
Baca juga: Hoaks! Rp500 ribu untuk aktifkan IMEI ponsel hadiah
Baca juga: Pelintas batas di PLBN Entikong wajib daftarkan IMEI handphone
Baca juga: Bea Cukai permudah daftar IMEI HP beli di luar negeri
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Sumber Antara