Ibrahim Hasyim: EBT Penting, Tapi Fosil Tetap Harus Dioptimalkan

  • Whatsapp

Persoalan kelangsungan energi tak hanya bicara tentang pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Namun, produksi dan pengelolaan energi juga tak lepas dari peran pengusaha. 

Bacaan Lainnya

Dalam buku terbarunya yang berjudul “Arah Bisnis Energi”, Ibrahim Hasyim menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah menentukan keputusan investasi para pengusaha. Itulah mengapa selama bertahun-tahun, pemerintah terus menggodok peraturan sehingga investasi energi di Indonesia lebih diminati.

“Aturan memang harus dibuat, dilihat dari aturan yang ada, menekankan visi penerimaan negara dan pelayanan masyarakat.Pengusaha dari segi ekonomi bisnis dan kemudahan, ya kalau ga menarik gak akan dilakukan,” ungkap Ibra dalam acara bedah buku secara virtual yang digelar bersama Forum Energizing Indonesia ILUNI DTGPKT UI pada 28 Oktober 2020.

Ia menyebut bahwa omnibus law menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang secara ekonomi memberikan keuntungan baik bagi pemerintah dan pengusaha. Output akhirnya tentunya mewujudkan regulasi yang efektif bagi kedua belah pihak.

“Buku ini hendak memotret dua sisi, yaitu dari sisi pemerintah dan pengusaha,” terang Ibra.

Sebagaimana Rencana Umum Energi Nasional, energi fosil masih memiliki peranan yang krusial hingga tahun 2050. Pada tahun 2025, kebutuhan energi primer Indonesia diproyeksikan akan disuplai dari 30% batubara, 25% minyak bumi, 22% gas bumi dan sisanya sebesar 23% berasal dari energi baru terbarukan (EBT).

Selanjutnya di tahun 2050, pemerintah menargetkan bahwa pemenuhan energi nasional 31% nya akan disuplai oleh EBT. Sedangkan untuk energi fosil, proporsinya akan diturunkan.

Transisi energi inilah yang akan menjadi tantangan Indonesia ke depannya. Meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar untuk EBT, akan tetapi untuk mengubah potensi menjadi energi primer tersebut membutuhkan riset dan biaya yang tidak sedikit.

“EBT itu dipacu tetapi dia butuh waktu, ada masalah-masalah lain yang tidak memungkinkan sepenuhnya EBT,” ujar Ibra.

Bahkan meskipun porsi EBT diperbesar yakni 31% di tahun 2050, 69% sisanya tetaplah masih menggunakan fosil. Walau secara proporsi turun, tetap saja secara volume atau jumlah, kebutuhan energi fosil tetap meningkat.

Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi fosil. Misalnya saja dengan terus melakukan penyempurnaan regulasi, menggunakan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) dan juga gasifikasi.

Terakhir, EBT yang saat ini sedang ditingkatkan, memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Itulah mengapa, Ibra menyebut bahwa penting sekali pemerintah mencanangkan pendidikan-pendidikan khusus untuk mencetak para ahli di bidang EBT.

Arah Bisnis Energi adalah buku yang membahas tentang gambaran dan strategi pemenuhan energi di masa depan. Pengarang buku yang merupakan alumni Universitas Indonesia ini merupakan seorang praktisi yang sudah lama berkecimpung di bidang migas. Dari mulai berkarir di Pertamina hingga menjadi komisioner di BPH Migas.

 

Sejak tahun 2011, ia telah menjadi pimpinan umum Majalah Global Energi yang mengulas polah tingkah dan dinamika energi di Indonesia. Buku yang ia tulis, merekam dinamika tersebut yang terjadi selama sewindu dari 2011 hingga 2019.

Baca juga: Forum Energizing Indonesia: Ketahanan Energi Indonesia Butuh Riset dan Inovasi soal EBT

Sumber Upperline

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *