Kiat Adhi Karya Meraup Hasil Tambahan Dari Perkembangan LRT

  • Whatsapp

Keberadaaan proyek infrastruktur yang marak, termasuk pengembangan sarana transportasi di sekitar Jakarta, sangat mendukung bisnis PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Cukup banyak proyek konstruksi yang mereka kerjakan. Namun, ADHI ingin meraup hasil tambahan dengan mendirikan Adhi Commuter Properti (ACP) sebagai anak usaha di bidang Property, Town Management & Support.  

Bacaan Lainnya

Kehadiran ACP berawal dari pembentukan Departemen Transit Oriented Development (TOD) sebagai salah satu Divisi ADHI pada 16 Mei 2016. Mereka dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan dalam menyediakan kawasan hunian terintegrasi dan support facilities di area sekitar jalur Light Rail Transit (LRT). 

Pada 2018, ADHI memutuskan untuk melakukan pemisahan terhadap Departemen TOD. Maka, sejak 2 Juli 2018, ACP resmi menjadi anak perusahaan ADHI sebagai perusahaan properti yang menyediakan kawasan terintegrasi langsung dengan stasiun LRT dan transportasi publik lainnya yang disebut LRT City.

Untuk mendukung perkembangan ACP, ADHI mengucurkan dana Rp1,135 triliun sebagai penyertaan modal. Namun, pada Desember 2019, tambahan dana sebesar Rp865 miliar kembali diberikan. Dengan demikian penyertaan modal untuk ACP telah mencapai Rp2 triliun.

ACP menawarkan TOD kepada para konsumennya. TOD merupakan suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal. 

Dalam konsep ini, ada sinergi dengan transportasi publik. TOD diharapkan akan mengurangi penggunaan transportasi pribadi untuk aneka kegiatan. Kehadirannya seharusnya mengubah kebiasaan orang agar mau memakai transportasi publik karena mampu menyediakan sarana untuk memudahkan mobilitas. Sebagai contoh orang hanya tinggal berjalan ke stasiun terdekat dengan nyaman. Sudah begitu, aneka fasilitas umum tersedia sehingga akan mempermudah segalanya.

Hal itu kemudian dijabarkan oleh ACP ke dalam 5 Prinsip TOD yang ditawarkan kepada konsumennya. Di mata ACP, TOD harus bisa sesuai dengan prinsip Walkable, Mixed Use, Densify, Connect, serta Shift & Transit.

Prinsip-prinsip tersebut dituangkan ACP secara nyata kepada 10 proyek yang kini tengah dikerjakannya. Kecuali hotel The Grand Dhika, proyek-proyek tersebut adalah vertical housing. Mereka adalah Eastern Green, Gateway Park, Royal Sentul Park, Urban Signature, Green Avenue, Oase Park, Cisauk Park, MTH 27, dan The Premiere MTH. Semuanya mencakup lahan seluas 244 hektare.

Namun, selain 10 proyek tersebut ACP juga sudah menggelar soft launching tiga proyek baru pada akhir  2019. Mereka adalah apartemen Rivia dan Grand Central Bogor serta proyek landed house Adhi City di Sentul, Bogor. 

Semua itu belum membuat ACP berhenti. Direktur Pemasaran dan Pengelolaan Properti PT Adhi Commuter Properti, Hanif Setyo Nugroho, menyatakan pada tahun 2020 akan ada lima proyek baru yang akan dikerjakan pihaknya. Namun, detail pembangunan belum diungkapkan ke publik. Yang jelas proyek tersebut juga merupakan proyek high rise.

TARGET ACP 2020


Seiring dengan pertambahan proyek baru, ACP mengerek target marketing sales sebesar Rp2,2 triliun pada 2020. Lima proyek baru tersebut ditargetkan berkontribusi 15-20% dari target yang dibebankan.

Selanjutnya, sejalan dengan target yang dipatok ACP berharap dapat mencatatkan pendapatan sebesar Rp1,5 triliun pada tahun ini. Sedangkan dari sisi laba operasi (earning after tax/EAT), ACP mengincar sekitar Rp180 miliar.

Kinerja ACP pada tahun 2019 belum maksimal. Mereka memang berhasil meraup marketing sales sebesar Rp1,3 triliun. Namun, pencapaian tersebut hanya setara 86,6% dari target sebesar Rp1,5 triliun yang dipatok.

Meski begitu, ACP optimistis dengan performa ke depan. Mereka percaya konsep TOD diminati oleh konsumen seiring dengan perkembangan proyek LRT di Jabodetabek.

Optimisme tersebut cukup beralasan. ACP bisa mengacu kepada kesuksesan yang diraih MTR Corporation di Hong Kong. Mengusung konsep model bisnis Rail plus Property (R+P), mereka berhasil mengembangkan area properti di sekitar jalur operasi kereta.

Berkat itu, MTR Corporation mampu menekan harga tiket kereta tetap rendah. Bahkan, mereka terus mampu memperpanjang jalur dan memperluas jangkauan sembari tetap menghasilkan profit. Seperti dilaporkan oleh McKinsey & Company, pada 2014, MTR Corporation sanggup membagi dividen sebesar 590 juta dolar AS kepada Pemerintah Hong Kong.

Pundi uang utama MTR Corporation berasal dari pengembangan properti di sepanjang jalur transportasi. Mereka bisa melakukannya karena mengemasnya menjadi sebuah konsep menarik.

R+P tidak hanya menawarkan hunian yang dekat dengan sarana transit. Namun, mereka melengkapinya dengan aneka fasilitas penunjang yang membuat kehidupan penghuninya nyaman. Beberapa di antaranya seperti keberadaan pertokoan, pusat kuliner, akses bebas wi-fi, hingga jalur pedestrian yang nyaman.

Hal-hal itu sebenarnya sudah masuk dalam 5 Prinsip TOD yang dipegang oleh ACP. Kini, mereka tinggal mengaplikasikannya sebaik mungkin untuk menghadirkan nilai tambah di sejumlah proyek huniannya. 

Namun, McKinsey memberi catatan bahwa konsep R+P bisa berhasil karena ada karakteristik unik masyarakat Hong Kong. Salah satunya lahan yang sempit dan lingkungan yang padat membuat warga di sana terbiasa dekat di sekitar pusat transit. Itulah yang membuat R+P bisa sukses.

Kondisi yang sama belum tentu ada di Jakarta. Sebagai contoh sederhana terkait kebiasaan tinggal di apartemen yang belum dimiliki semua pihak. Itu tentu menjadi tantangan tersendiri bagi ACP.

Meski begitu, jika berhasil menawarkan fasilitas spesial di kawasan TOD yang dikembangkannya, bukan tak mungkin konsumen akan tertarik. Proyek ACP bahkan bisa meledak di pasar. Dari situlah ADHI akan memperoleh hasil tambahan dari perkembangan LRT.

Baca juga: Potensi Di Balik Bisnis Transportasi Massal di Indonesia

Sumber Upperline

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *